Oleh: Dr. Tgk. Muhammad Yusran Hadi, Lc., M.A
Para ulama sepakat mengatakan bahwa dianjurkan puasa hari 'Arafah bagi orang yang tidak berhaji (tidak berada di 'Arafah) pada hari ke sembilan Dzulhijjah yang dikenal dengan hari Arafah berdasarkan hadits-hadits shahih dan hasan. Di antaranya yaitu:
Dari Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa hari 'Arafah, aku mengharap kepada Allah untuk menghapus dosa setahun yang sebelumnya dan setahun sesudahnya”. (HR. Muslim dan At-Tirmizi)
Mengomentari hadits ini, Imam At-Tirmizi rahimahullah berkata, ia berkata, "Hadits Abu Qatadah ini hadits hasan. Para ulama menganjurkan puasa hari Arafah kecuali (orang yang berhaji) di Arafah. (Sunan At-Tirmizi: 170).
Dari Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang (keutamaan) puasa 'Arafah? Beliau menjawab, "Puasa hari 'Arafah menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang." (HR. Al-Jama'ah kecuali Al-Bukhari dan At-Tirmizi).
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Tidak ada hari dalam setahun yang lebih aku sukai untuk berpuasa pada hari itu dari pada hari Arafah." (HR. Ath-Thabari, hadits hasan).
Perbedaan Pendapat Ulama
Namun para ulama berbeda pendapat dalam masalah puasa hari Arafah bagi orang yang berhaji yang berada di Arafah, apakah disunnatkan atau dilarang. Dalam masalah ini, para ulama berbeda pendapat kepada tiga pendapat yaitu:
Pendapat pertama: Dimakruhkan berpuasa pada hari Arafah. Sebaliknya, disunnatkan untuk tidak berpuasa pada hari Arafah. Ini pendapat mayoritas para ulama salaf dan khalaf. Di antara ulama salaf yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Usman bin Affan, Ibnu Umar, Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi'i, Ahmad, Abu Tsaur dan Ats-Tsaury. (Sunan At-Tirmizi: 170, Al-Majmu': 6/349, Syarh Al-Umdah: 2/762), Syarh Musykil Atsar: 2/73), At-Tamhid: 21/158, Al-Mughni: 4/444, Syarh Shahih Muslim: 8/243, Fathul bari: 4/302, dan Tuhfatul Ahwazi: 3/520).
Inilah pendapat yang kuat sebagaimana dikuatkan oleh Imam Ibnu Qudamah, Imam An-Nawawi, Imam Al-Mubarakfuri dan para ulama lainnya rahimahumullah. (Al-Mughni: 4/444, Al-Majmu': 6/349, Syarh Shahih Muslim: 8/243, Tuhfatul Ahwazi: 3/520).
Mereka berargumentasi dengan hadits-hadits shahih, di antaranya yaitu:
Maimunah radhiyallahu 'anha berkata, "Orang-orang ragu tentang puasa Nabi shallahu 'alaihi wa sallam pada hari Arafah, maka aku mengirim wadah berisi susu kepada beliau yang saat itu tengah berwuquf, lalu beliau meminumnya, Ce à a assedangkan semua orang menyaksikannya." (Muttaqunalaih).
Dari Ummu Al-Fadhal binti Harits radhiyallahu anha, "Bahwasanya orang-orang berdebat dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi shallahu 'alaihi wa sallam. Sebahagian mereka mengatakan, "Beliau puasa". Sebahagian yang lain mengatakan, "Beliau tidak berpuasa". Lalu aku mengirim wadah berisi susu kepadanya sedangkan beliau sedang berwukuf di atas untanya, lalu beliau meminum susu itu." (Muttafaqun 'alaih).
Mengomentari kedua hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari ini, Imam Ibnu Hajar Asqalani rahimahullah berkata, "Perkataan Imam Al-Bukhari "Bab Puasa hari Arafah" maksudnya apa hukumnya? Seolah-olah tidak ada hadits yang shahih dalam puasa hari Arafah menurut syarat Al-Bukhari sedangkan hadits yang paling shahih (dalam masalah ini) adalah hadits Abu Qatadah "Bahwasanya puasa hari Arafah menghapus dosa setahun yang akan datang dan setahun yang lalu". Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim. Dan mengkompromikan di antara hadits ini (hadits Abu Qatadah yang menunjukkan disunnatkan puasa hari Arafah) dengan dua hadits dalam bab ini (Hadits Maimunah dan hadits Ummu Al-Fadhal Al-Harits yang menunjukkan Nabi tidak berpuasa hari Arafah) yaitu (hadits Abu Qatadah) berlaku bagi orang yang tidak berhaji atau bagi orang yang puasanya tidak melemahkannya dari doa dan zikir yang diperintahkan bagi orang yang berhaji." (Fathul Bari: 4/301).
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, "Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak berpuasa di Arafah, dan Ummu Al-Fadhal mengirim susu kepadanya, maka beliau minum." (HR. At-Tirmizi, beliau berkata, "Hadits hasan shahih").
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Aku berhaji bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam namun beliau tidak berpuasa (yakni hari Arafah), bersama Abu Bakar namun beliau tidak berpuasa, bersama Umar namun beliau tidak berpuasa, dan bersama Usman namun beliau tidak berpuasa." (HR. At-Tirmizi).
Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma pernah ditanya mengenai puasa hari Arafah, beliau menjawab, "Aku berhaji bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sedangkan beliau tidak berpuasa hari Arafah, bersama Abu Bakar sedangkan beliau tidak berpuasa, bersama Umar sedangkan beliau tidak berpuasa, dan bersama Usman sedangkan beliau tidak berpuasa. Aku tidak berpuasa hari Arafah. Aku tidak memerintahkannya dan aku tidak pula melarangnya". (HR. At-Tirmizi, beliau berkata, "Hadits hasan").
Dari Uqbah bin 'Amir radhiyallahu "anhu ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Hari 'Arafah, hari Nahr, dan hari-hari Tasyriq adalah hari raya kita orang-orang Islam yaitu hari makan dan minum." (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai, At-Tirmizi, dan dishahihkan oleh At-Tirmizi).
Bahkan ada larangan berpuasa pada hari Arafah bagi orang yang berhaji yang berada di Arafah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, "Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang puasa hari Arafah (bagi orang yang berhaji yang berada) di Arafah." (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu Majah, Al-Baihaqi, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim). Meskipun hadits ini didhaifkan oleh Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Imam Al-Hafizh Al-'Uqaili, namun makna hadits ini shahih, karena dikuatkan oleh hadits-hadits shahih di atas.
Berdasarkan hadits-hadits di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum berpuasa bagi orang yang berhaji di Arafah adalah makruh. Sebaliknya, disunnatkan bagi orang yang berhaji di Arafah untuk tidak berpuasa hari Arafah mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifahnya (Abu Bakar, Umar, dan Usman), karena padanya penguatan untuk berdoa dan zikir pada saat wukuf di Arafah.
Imam At-Tirmizi rahimahullah menulis judul bab dalam kitab Sunannya, "Bab Hadits Mengenai Keutamaan Puasa Hari Arafah" dengan meriwayatkan hadits di atas pada bab ini. Lalu ia berkomentar, "Para ulama menganjurkan puasa hari Arafah kecuali (bagi orang yang berhaji) di Arafah." (Sunan At-Tirmizi: 170).
Lalu beliau menulis, "Bab Makruhnya Berpuasa Hari Arafah di Arafah" dan meriwayatkan hadits hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma dan hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhu di atas. Lalu beliau berkata, "Inilah yang diamalkan oleh kebanyakan para ulama, mereka menganjurkan tidak berpuasa (bagi orang berhaji) di Arafah, agar ia kuat untuk berdoa. Sebahagian ulama berpuasa hari Arafah di Arafah". (Sunan At-Tirmizi: 170).
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, "Imam Asy-Syafi'i dan para muridnya berkata, "Disunnatkan berpuasa hari Arafah bagi orang yang tidak berhaji di Arafah. Adapun yang berhaji dan berhadir di Arafah, maka imam Asy-Syafi'i dalam kitab "Al-Mukhtashar" dan para muridnya berkata, "Disunnahkan baginya tidak berpuasa." (Al-Majmu' : 6/349).
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, "Kami telah menyebutkan bahwa mazhab kami adalah disunnatkan tidak berpuasa hari Arafah (bagi orang yang berhaji di Arafah). Ibnu Umar meriwayatkannya dari Nabi shallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar dan Usman radhiyallahu anhum. At-Tirmizi dan Al-Mawardi menukilkannya dari kebanyakan ulama. Al-'Abdari menukilkannya dari kebanyakan fuqaha selain Aisyah dan Ibnu Zubeir. Ibnul Munzir menukilkan dari Malik dan Ats-Tsauri." (Al-Majmu': 6/350).
Imam Ahmad bin Ahmad rahimahullah berkata, "Disunnatkan berpuasa hari Arafah di sini. Sedangkan di Arafah tidak disunnatkan. Para ulama meriwayatkan bahwa Nabi tidak berpuasa di Arafah." (Syarh Al-Umdah: 2/762).
Imam Ath-Thahawi rahimahullah berkata, "Hal ini menunjukkan bahwa dimakruhkan puasa hari Arafah -dalam atsar pertama- karena alasan kesulitan yang berat saat wuquf di Arafah. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad Asy-Syaibani rahimahumullah." (Syarh Musykil Atsar: 2/73).
Imam Ibnu Abdil Bar rahimahullah berkata, "Malik, Ats-Tsauri, dan Asy-Syafi'i memilih tidak berpuasa pada hari Arafah di Arafah. Ismail meriwayatkan dari Ibnu Abi Uwais dari Malik bahwa ia (imam Malik) memerintahkan untuk tidak berpuasa pada hari Arafah bagi orang yang melakukan haji. Malik mengatakan bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam berbuka pada hari itu." Imam Asy-Syafi'i berkata, "Saya menyukai puasa hari Arafah dilakukan oleh selain orang yang melakukan haji. Sedangkan orang yang melakukan haji, maka saya lebih menyukainya tidak berpuasa agar ia memiliki kekuatan untuk berdoa." (At-Tamhid: 21/158).
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, "Kebanyakan para ulama mensunnatkan tidak berpuasa hari Arafah (bagi orang yang berhaji) di Arafah. Aisyah dan Ibnu Az-Zubair berpuasa hari Arafah. Qatadah berkata, "Tidak masalah (boleh) berpuasa hari Arafah bagi orang yang berhaji di Arafah jika ia tidak lemah dari berdoa. Atha' berkata: "Aku berpuasa (hari Arafah) pada musim dingin, dan aku tidak berpuasa pada musim panas. (Al-Mughni: 4/444).
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, "Mazhab Asy-Syafi'i, Malik, Abu Hanifah dan mayoritas ulama adalah dianjurkan tidak berpuasa hari Arafah di Arafah bagi orang yang berhaji. Imam Ibnu Al-Munzir menyampaikan pendapat ini dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Usman bin Affan, Ibnu Umar, dan Abu Tsaur. (Syarh Shahih Muslim: 8/243)
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata, "Mayoritas ulama berkata, "Disunnatkan bagi orang yang berhaji untuk tidak berpuasa hari Arafah, sehingga 'Atha' berkata, "Barangsiapa yang tidak berpuasa hari Arafah agar ia kuat untuk berzikir, maka ia mendapat seperti pahala orang yang berpuasa. Imam Ath-Thabari berkata, "Rasulullah shallahu 'alaihi wa salam tidak berpuasa di Arafah hanya untuk menunjukkan ikhtiar bagi orang yang berhaji di Mekkah agar ia tidak lemah dari berdoa dan berzikir yang diperintahkan pada hari Arafah." (Fathul Bari : 4/302).
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata, "Ada ulama yang berpendapat, "Dimakruhkan puasa hari Arafah karena ia adalah hari Raya orang-orang yang berwukuf karena mereka berkumpul padanya. Hal ini didukung oleh riwayat para Ashhabus Sunan (para penulis kitab Sunan) dari Uqbah bin 'Amir, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Hari Arafah dan hari Nahr dan hari-hari Mina adalah Hari Raya kami orang-orang Islam." (Fathul Bari: 4/302).
Syaikh Abdurrahman Al-Bassam berkata, "Tidak disunnatkan berpuasa hari Arafah (bagi orang yang berhaji) di Arafah adalah mazhab mayoritas ulama, di antara mereka yaitu Malik, Asy-Syafi'i, dan Ahmad. (Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram: 3/559).
Pendapat kedua: Disunnatkan berpuasa Arafah bagi orang yang berhaji di Arafah sebagaimana disunnatkan bagi orang yang tidak berhaji. Ini pendapat Ibnu Az-Zubair, Usamah bin Zaid, Aisyah, riwayat lain dari Umar bin Khatthab, Usman bin Abi Al-'Ash radhiyallahu anhum dari kalangan para sahabat, dan Ishaq biin Rahuwaih dari kalangan tabi'in. (Al-Majmu': 6/350, Syarah Shahih Muslim: 8/243, Fathul Bari: 4/302).
Dalil mereka adalah keumuman hadits-hadits Qatadah dan hadits Aisyah di atas yang menganjurkan berpuasa hari Arafah, dengan menyebutkan keutamaannya baik bagi orang yang berhaji di Arafah maupun orang yang tidak berhaji.
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, Mereka berargumentasi dengan hadits-hadits mengenai keutamaan puasa hari Arafah yang berlaku secara umum baik untuk orang yang tidak berhaji maupun orang yang berhaji bahwa puasa hari Arafah menghapus dosa dua tahun yaitu setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya. Namun pendapat mereka ini dibantah oleh mayoritas ulama dengan mengatakan bahwa hadits-hadits ini berlaku bagi orang yang tidak berhaji. (Syarah Shahih Muslim: 8/243).
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, "Ibnu Al-Munzir menceritakan dari Ibnu Az-Zubeir, Usman bin Abi Al-Ash seorang sahabat, Aisyah, dan Ishaq bin Rahuwaih disunnatkan berpuasa hari Arafah (bagi orang yang berhaji di Arafah)." (Al-Majmu' : 6/350).
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, "Imam Ibnu Al-Munzir berkata, "Ibnu Az-Zubair dan Aisyah berpuasa hari Arafah." Dan diriwayatkan dari Umar bin Khatthab, Usman bin Abil Al-'Ash, dan Ishaq memilih pendapat ini (sunnat berpuasa hari Arafah), dan Atha' berpuasa hari Arafah pada musim dingin, bukan pada musim panas. Qatadah berkata, "Tidak masalah (boleh) berpuasa hari Arafah (bagi orang yang berhaji) jika ia tidak lemah dari berdoa." (Syarh Shahih Muslim: 8/243).
Pendapat ketiga: Disunnatkan berpuasa hari Arafah jika tidak melemahkan orang yang berhaji dari zikir dan doa. Ini pendapat Imam Qatadah, imam Atha', dan Asy-Syafi'i dalam qaul qadimnya yang dipilih oleh Al-Khattabi rahimahullah dan Al-Mutawalli rahimahullah dari asy- syafi'iyyah.
Imam Qatadah rahimahullah berkata, "Tidak bermasalah berpuasa hari Arafah (bagi orang yang berhaji) di Arafah jika ia tidak lemah dari berdoa. (Al-Mughni: 4/444, Al-Majmu': 6/350), Syarah Shahih Muslim: 8/243, Fathul Bari: 4/302).
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata, "Dan riwayatkan dari Qatadah mazhab lain. Ia berkata, "Tidak masalah (boeh) berpuasa jika ia tidak lemah dari berdoa. Al-Baihaqi menukilkannya di dalam kitab "Al-Ma'rifah" dari Asy-Syafi'i dalam qaul qadimnya, dan dipilih oleh Al-Khatthabi dan Al-Mutawalli dari Syafi'iyyah." (Fathul Bari : 4/302).
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata, "Diriwayatkan dari Ibnu Az-Zubair, Usamah bin Zaid, dan Aisyah bahwa mereka berpuasa Arafah. Hal itu mengherankan Al-Hasan, dan ia menceritakan dari Usman." (Fathul Bari : 4/302).
Pendapat keempat: Diwajibkan berbuka puasa bagi orang yang berhaji di Arafah. Dengan kata lain, haram berpuasa pada hari Arafah bagi orang yang berhaji di Arafah. Ini pendapat Yahya bin Sai'd Al-Anshari rahimahullah.
Beliau berargumentasi dengan zhahir hadits Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i dan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Ibnu Al-Hakim dan Ibnu Khuzaimah dari jalur Ikrimah dari Abu Hurairah ia berkata, "Bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam melarang puasa hari Arafah (bagi orang berhaji) di Arafah. (Fathul Bari: 4/302).
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, "Penulis kitab "Al-Bayan" menceritakan dari Yahya bin Sa'id Al-Anshari bahwasanya ia berkata, "Wajib tidak berpuasa (bagi orang yang berhaji) di Arafah." (Al-Majmu': 6/350).
Imam Al-Mubarakfuri rahimahullah berkata, "Pendapat mayoritas ulama bahwa dianjurkan tidak berpuasa hari Arafah di Arafah adalah pendapat yang kuat. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang puasa Arafah di Arafah. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari. Dan sebahagian salaf mengambil zhahirnya. Maka datang dari Yahya bin Sa'id Al-Anshari, ia berkata: wajib tidak berpuasa hari Arafah bagi orang yang berhaji. Wallahu ta'ala a'lam." (Tuhfatul Ahwazi: 3/520).
Berdasarkan penjelasan para ulama di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa pendapat yang kuat adalah pendapat mayoritas ulama yaitu dianjurkan berpuasa hari Arafah bagi orang yang tidak berhaji. Adapun bagi orang berhaji yang berada di Arafah tidak dianjurkan puasa ini, bahkan dimakruhkan. Inilah pendapat yang kuat karena dalil-dalilnya shahih. Pendapat ini yang penulis pilih.
Hikmah Dimakruhkan Berpuasa Hari Arafah Bagi Orang Yang berhaji di Arafah
Di antara hikmah dilarang berpuasa hari Arafah bagi orang yang berhaji di Arafah dan disunnatkan tidak berpuasa hari Arafah bagi orang yang berhaji di Arafah yaitu agar ia kuat untuk berdoa dan berzikir pada waktu wuquf di Arafah. Karena pada saat ini, dianjurkan memperbanyak zikir dan doa bagi orang yang berhaji. (Fathul Bari : 4/302), Sunan At-Tirmizi: 170, Al-Mughni: 4/444,
Al-Majmu': 6/350, dan Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram: 3/558).
Imam Atha' rahimahullah berkata, "Barangsiapa yang tidak berpuasa hari Arafah (bagi orang yang berhaji) agar ia kuat untuk berzikir, maka ia mendapat seperti pahala orang yang berpuasa (hari Arafah). (Fathul Bari : 4/302).
Imam At-Tirmizi rahimahullah berkata, "Mayoritas para menganjurkan tidak berpuasa hari Arafah (bagi orang berhaji) di Arafah, agar ia kuat untuk berdoa. (Sunan At-Tirmizi: 170).
Imam Ath-Thabari rahimahullah berkata, "Rasulullah shallahu 'alaihi wa salam tidak berpuasa hari Arafah di Arafah hanya untuk menunjukkan ikhtiar bagi orang yang berhaji di Mekkah agar ia tidak lemah dari berdoa dan berzikir yang diperintahkan pada hari Arafah." (Fathul Bari : 4/302).
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, "Dimakruhkan puasa hari Arafah bagi orang berhaji di Arafah karena disebabkan lemah dari berdoa, maka jika ia kuat berpuasa atau ia berpuasa waktu musim dingin, ia tidak lemah, maka hilanglah hukum makruh." (Al-Mughni: 4/444).
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, "Kami telah memyebutkan bahwa yang disunnatkan bagi orang yang berhaji adalah tidak berpuasa hari Arafah agar ia kuat untuk berdoa. Inilah alasan Asy-Syafi'i dan para muridnya." (Al-Majmu' : 6/350).
Syaikh Abdurrahman Al-Bassam berkata, "Hari Arafah adalah hari yang agung dan puasa padanya adalah puasa sunnat yang paling utama berdasarkan hadits yang terdapat dalam shahih Muslim bahwa Nabi shallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Puasa hari Arafah, aku memgharap kepada Allah agar Allah mengampuni dosa setahun yang lalu dan setahun setelahnya". Namun demikian, seorang yang berhaji pada hari Arafah sibuk dengan berbagai kegiatan ibadah pada hari itu berupa talbiyah, takbir, doa dan zikir. Inilah zikir-zikir yang khusus pada hari ini. Kegiatan-kegiatan ini dan pahalanya akan berlalu dengan berlalunya hari ini, yang terkadang tidak akan berulang dalam kehidupan seorang muslim. Karena sebab inilah, dimakruhkan puasa Arafah (bagi orang yang berhaji) di Arafah agar orang yang berhaji kuat dan bugar dalam melakukan kegiatan-kegiatan ibadah pada hari yang agung ini berupa zikir dan doa." (Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram: 3/558).
Selain itu, hari Arafah merupakan hari raya bagi orang-orang yang berhaji sebagaimana ditegaskan oleh Nabi shallahu 'alaihi wa sallam. Dari Uqbah bin 'Amir radhiyallahu "anhu ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Hari 'Arafah, hari Nahr, dan hari-hari Tasyriq adalah hari raya kita orang-orang Islam yaitu hari makan dan minum." (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i, dan At-Tirmizi, dan dishahihkan oleh At-Tirmizi)
Syaikh Abdurrahman Al-Bassam mengutip perkataan Syaikhul Islam IbnuTaimiyyah berkata, "Hari 'Arafah itu hari 'Ied (Hari Raya), berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad (16738), dari Uqbah bin 'Amir radhiyallahu "anhu ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Hari 'Arafah, hari Nahr, dan hari-hari Tasyriq adalah hari raya kita orang-orang Islam", dan penampakan Hari Raya pada hari 'Arafah dan perkumpulan bagi orang-orang yang berhaji padanya lebih banyak dari perkumpulan orang-orang yang tidak berhaji." (Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram: 3/559).
Hikmah lainnya, untuk menghilangkan kesulitan yang berat pada saat wuquf. Imam Ath-Thahawi berkata, "Hal ini menunjukkan bahwa dimakruhkan puasa pada hati Arafah -dalam atsar pertama- karena alasan kesulitan yang berat saat wuquf di Arafah. (Syarh Musykil Atsar: 2/73).
Demikianlah penjelasan para ulama mengenai hukum puasa hari 'Arafah dan hikmah disunnatkan tidak berpuasa hari Arafah atau dimakruhkan berpuasa hari Arafah bagi orang yang berhaji di Arafah. Semoga penjelasan ini menambah ilmu kita dan memberi motivasi dan semangat kepada kita untuk mengamalkannya. []
*Penulis adalah Dosen Fiqh dan Ushul Fiqh Fakultas Syari'ah UIN Ar-Raniry, Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh International Islamic University Malaysia (IIUM), Anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara, Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Ketua Bidgar PW Persis Aceh.
Social Footer